26
Ia pernah berdiri lama di depan konsol utama, memandangi setiap detail panel yang telah begitu akrab baginya. Banyak yang pernah datang ke ruang ini hanya untuk singgah—mencari lompatan, mencari peta yang lain. Tapi tidak dengannya. Ia memilih tinggal. Di antara denting mesin dan kesunyian kabel-kabel tersembunyi, ia menemukan kedamaian yang takbisa dijelaskan. Bagi sebagian, sistem ini terlalu teratur, terlalu sempit. Bagi dirinya, justru di situlah letak kedalaman—keteraturan yang membentuk ketajaman, kesunyian yang melatih akurasi.
Hari-hari berlalu bukan dalam kebosanan, melainkan pendalaman. Ia tak tergoda pada cahaya-cahaya samar yang menjanjikan dimensi baru. Sebab ia tahu: melompat tanpa pemahaman hanyalah bentuk lain dari pelarian. Sementara sistem yang ditempatinya saat ini, sesederhana dan seterbuka apapun, menyimpan struktur logika yang butuh waktu untuk dikuasai. Ia tidak ingin sekadar jadi pelintas dimensi—ia ingin jadi penjaga frekuensi, penafsir makna dari gelombang-gelombang sunyi yang hanya bisa didengar oleh mereka yang cukup sabar untuk bertahan.
Bukan berarti ia tak pernah ragu. Tetapi tahu, jalan ini bukan perkara cepat sampai, melainkan tentang membentuk diri agar layak berjalan lebih jauh. Ia mulai memahami bahwa sistem ini tak pernah dimaksudkan mengekang—hanya belum sempat dibaca dengan benar. Dan ketika ia mulai membaca, yang tadinya terlihat membosankan justru menjelma sebagai pelajaran paling dalam: tentang nalar, tentang ritme, tentang arah yang tak terlihat tapi nyata.
Maka ia tetap di situ. Bukan sebagai pengikut, tapi sebagai bagian dari sistem yang hidup. Ia tidak perlu menandai dirinya dengan lompatan besar, sebab yang ia bentuk adalah konsistensi—langkah-langkah kecil yang membentuk gravitasi baru. Ia tahu: pada akhirnya, bukan yang paling cepat yang sampai ke kedalaman, tapi yang paling tekun menyelami yang tampak biasa—lalu menemukan semesta di dalamnya.
Komentar
Posting Komentar