Antara Arahan dan Inisiatif: Ketika Rapor Dikembalikan Tanpa Komando
Antara Arahan dan Inisiatif: Ketika Rapor Dikembalikan Tanpa Komando
Dalam sistem pendidikan kita, hal-hal kecil kerap menjadi besar bukan karena dampaknya, tapi karena persepsi tentang “siapa yang berwenang memulai”. Termasuk ketika seorang wali murid mengembalikan rapor yang sudah ditandatangani — tanpa instruksi, tanpa seruan resmi. Hanya karena sudah terbiasa, dan merasa itu hal yang wajar.
“Maaf, bunda bawa rapor atas arahan siapa?”
Pertanyaan itu sederhana, tapi menggugah sesuatu yang lebih dalam: Apakah segala hal dalam sistem pendidikan harus menunggu aba-aba?
๐ Logika yang Dilupakan
Secara administratif, rapor adalah dokumen yang diterbitkan oleh sekolah dan diserahkan kepada wali murid untuk ditandatangani sebagai bentuk verifikasi. Setelah ditandatangani, fungsi wali murid selesai, dan rapor kembali menjadi bagian dari arsip sekolah.
Dalam kerangka itu, maka:
Jika dokumen telah ditandatangani, maka ia sah dikembalikan.
Tidak perlu arahan. Tidak perlu aba-aba. Cukup kesadaran. Dan sedikit logika.
๐ Silogisme Formalnya Begini:
- Premis 1: Dokumen yang sudah ditandatangani dapat dikembalikan ke institusi penerbit.
- Premis 2: Rapor sudah ditandatangani oleh wali murid.
- Kesimpulan: Rapor dapat dikembalikan tanpa menunggu arahan.
Maka, tindakan itu bukan pelanggaran. Bukan pengabaian prosedur. Justru bentuk dari partisipasi administratif yang mandiri.
๐ก Sekolah dan Ketakutan Akan Chaos
Kekhawatiran sebagian pihak bahwa tindakan “tanpa arahan” akan memicu kekacauan, justru menunjukkan lemahnya sistem. Karena sistem yang kuat memandu, bukan mengendalikan segalanya. Sistem yang sehat membuka ruang inisiatif, bukan membungkamnya atas nama ketertiban semu.
Yang kita butuhkan bukan lebih banyak komando,
tapi lebih banyak kejelasan batas:
Mana yang wajib menunggu perintah, mana yang boleh berdasarkan nalar.
๐งญ Penutup: Pendidikan Bukan Militer
Pendidikan bukan medan tempur. Ia bukan barisan pasukan yang harus menunggu aba-aba komandan. Pendidikan adalah taman, dan wali murid adalah penjaga semai. Jika mereka menyiram lebih awal, bukan berarti mereka melanggar — mungkin, mereka hanya tahu bahwa pagi hari lebih baik untuk menanam kebaikan.
Maka biarlah tindakan-tindakan kecil yang lahir dari niat baik tidak dibebani prasangka.
Karena yang kita butuhkan bukan hanya ketaatan,
tapi juga kesadaran.
Dan rapor yang dikembalikan tanpa komando —
adalah tanda bahwa masih ada kesadaran itu.
Ditulis sebagai bahan refleksi, bukan provokasi. Karena kualitas pendidikan dimulai dari keberanian berpikir—bukan sekadar keberanian bertanya: “atas arahan siapa?”
Komentar
Posting Komentar