Demo Akhir Agustus 2025, Gedung DPRD NTB, dan Narasi Pembiaran: Analisis Penuh
Akhir Agustus 2025, linimasa dibanjiri ajakan turun ke jalan, opini, dan potongan video yang saling bertubrukan. Di Lombok, perhatian mengerucut pada kebakaran Gedung DPRD NTB. Pertanyaan yang mengganggu: mengapa gedung bisa hangus total? Lebih tajam lagi: mengapa damkar tidak disiagakan, padahal rencana aksi sudah beredar di media sosial sejak malam sebelumnya?
1) Latar: Antara Fakta Kebijakan dan Teori Konspirasi
Di hulu, keresahan publik dipicu isu kebijakan—khususnya wacana tunjangan mewah anggota legislatif—yang dianggap tidak peka. Di hilir, muncul narasi liar: seruan pembubaran lembaga, organisasi fiktif, sampai tuduhan “dalang” tak bernama. Realitas lapangan biasanya lebih sederhana: ketidakpercayaan yang menumpuk, lalu meledak.
“Ketika kebijakan gagal menjelaskan dirinya sendiri, rumor akan mengambil alih fungsi penjelasan.”
2) Mengapa Gedung Pasti Dibangun Lagi
- Fungsi: DPRD adalah organ konstitusional; operasionalnya butuh kantor tetap.
- Status aset: Gedung adalah aset pemda; kerusakan berat → proses penganggaran ulang.
- Preseden: Hampir semua kantor pemerintahan yang terbakar akhirnya direkonstruksi.
Kesimpulan praktis: pembangunan ulang hampir tak terelakkan. Di sinilah “insentif proyek” muncul—dan asumsi publik mudah melompat ke motif.
3) Dua Skenario Besar: Kelalaian vs Pembiaran
A. Skenario Kelalaian (Teknis–Prosedural)
- Koordinasi lintas instansi lemah; fokus pengamanan lebih ke crowd control daripada proteksi aset.
- Damkar dianggap “respon ketika ada kejadian”, bukan “pra-pos mitigasi” pada hari rawan.
- Faktor logistik: jam standby, ketersediaan unit, jalur evakuasi, dan akses air tidak dipersiapkan.
B. Skenario Pembiaran (Politik–Strategis)
- Tak ada pra-pos Damkar di titik strategis meski info aksi sudah masif sejak H-1.
- Respons dibiarkan terlambat agar kebakaran menjadi peristiwa total, bukan insiden kecil.
- Manfaat naratif: aksi mudah dicap anarkis; tuntutan substantif tenggelam oleh isu kerusuhan.
- Manfaat material: rekonstruksi bernilai besar; ruang rente dan mark-up terbuka.
4) Pertanyaan Kunci: Mengapa Damkar Tidak Disiagakan?
Kita gunakan kerangka “if–then” yang sederhana namun ketat:
- Jika info aksi sudah beredar luas (H-1), maka SOP minimal: pra-pos Damkar di perimeter aset vital.
- Jika tidak ada pra-pos, maka hanya dua penjelasan: (a) kelalaian SOP/logistik; atau (b) keputusan politik untuk tidak menempatkan unit.
- Jika respons datang terlambat padahal akses memungkinkan, maka perlu audit: siapa menahan, kapan, dan mengapa.
5) Siapa Diuntungkan—Siapa Dirugikan (Bila Pembiaran Benar)
Diuntungkan
- Elite politik: framing “demo anarkis” + legitimasi proyek gedung baru.
- Kontraktor & jaringan material: peluang tender bernilai besar.
- Institusi keamanan: justifikasi anggaran dan kewenangan lebih luas.
Dirugikan
- Demonstran & masyarakat: tuntutan substantif terhapus oleh stigma perusakan.
- Kepercayaan publik: jurang rakyat–negara melebar; sinisme menahun.
- Anggaran publik: prioritas sosial (pendidikan, kesehatan) terdesak rekonstruksi.
6) Checklist Evidensi Lapangan (Untuk Audit Publik)
- Undangan/notulen rapat koordinasi pengamanan (siapa hadir, agenda, keputusan).
- Peta pra-pos Damkar pada hari-H (jam standby, jumlah unit, titik air).
- Log panggilan darurat & time-stamp kedatangan (112/BPBD, HT log, GPS unit).
- SOP internal tentang proteksi aset vital ketika ada aksi massa.
- Rantai komando: siapa memberi izin/larangan pra-pos; bukti tertulis/lisan.
- Dokumen perencanaan rekonstruksi: nilai, jadwal, pemenang tender, mekanisme pengawasan.
7) Rekomendasi Kebijakan (Minimal Set)
- Pra-pos wajib Damkar di perimeter aset vital saat ada potensi kerumunan besar.
- Aturan lintas-instansi yang mengikat (Polri–Pemda–BPBD/Damkar) dengan indikator kesiapsiagaan terukur.
- Transparansi waktu-nyata terkait keberadaan unit Damkar (dashboard publik sederhana).
- Audit independen untuk setiap kebakaran fasilitas publik pada hari aksi (teknis & forensik kebijakan).
- Moratorium percepatan tender pascakebakaran hingga audit selesai dan dipublikasikan.
8) Penutup: Cara Membaca Peristiwa
Tidak semua kebakaran adalah konspirasi; tidak semua keterlambatan adalah kebetulan. Tugas publik ialah menuntut prosedur yang bisa diaudit: jejak waktu, peta penempatan, rantai komando, dan transparansi rekonstruksi. Ketika data terbuka, rumor kehilangan tanah pijaknya; ketika data dikunci, rumor menjadi bahasa rakyat.
Komentar
Posting Komentar