Pendidikan Kebencanaan di Sekolah Dasar vs Odong
Pendidikan Kebencanaan di Sekolah Dasar
Ahli seismologi BMKG, Pepen Supendi, mengingatkan bahwa selatan Nusa Tenggara termasuk wilayah rawan gempa dan tsunami. Energi tektonik yang belum sepenuhnya terlepas sewaktu-waktu bisa berubah menjadi guncangan besar. Teknologi memang belum mampu memprediksi kapan, tetapi kita bisa menyiapkan generasi agar lebih tangguh.
Bagi anak-anak sekolah dasar, pendidikan kebencanaan bukan sekadar materi tambahan, tetapi bekal hidup. Ia sama pentingnya dengan membaca dan berhitung. Anak SD perlu dilatih untuk:
- Mengenali jalur evakuasi di sekolah maupun rumah.
- Melakukan simulasi drop–cover–hold saat gempa.
- Menghafal titik kumpul keluarga.
- Memahami tanda bahaya dan membedakan informasi resmi dari isu menyesatkan.
Dengan latihan rutin, anak terbiasa bersikap tenang bahkan bisa membantu melindungi teman atau adiknya. Pendidikan ini akan membentuk refleks keselamatan yang melekat sepanjang hidup.
Jangan Rusak dengan Kebiasaan Berbahaya
Semua upaya ini akan sia-sia bila dalam keseharian kita justru memberi contoh yang bertentangan dengan prinsip mitigasi. Mengajak anak naik odong-odong di jalan raya, misalnya, sama saja menempatkan mereka dalam bahaya yang tidak perlu. Bukannya melatih kesiapsiagaan, tindakan itu justru mengajarkan anak untuk mengabaikan keselamatan.
Mitigasi bencana dimulai dari kebiasaan kecil: menata rumah agar aman, patuh aturan lalu lintas, hingga melatih anak menghadapi situasi darurat. Jika anak SD tumbuh dengan pola pikir ini, maka mereka bukan hanya cerdas secara akademis, tetapi juga tangguh menghadapi risiko nyata di lingkungannya.
Kesiapsiagaan bukan soal takut, tapi soal hormat kepada kehidupan.
Komentar
Posting Komentar